Risalah (arus) Pendek


Slamet, tetangga Mamat yang sudah tobat namun terkadang kumat maksiat, sedang jengkel bukan alang kepalang. Penyebabnya ketika lagi duduk nyumput di pojokan ruko bekas persewaan PS, ketika lagi khusyuk menyimak situs judi dan pornografi, ia dikagetkan oleh gerombolan bocil. Siapa lagi pemimpinnya klo bukan Alif bin Mamat. Slamet makin jengkel karena Alif dan sekondannya teriak-teriak sepanjang jalan kampung “Wak Slamet beras ketan..Wak Slamet beras ketan..Wak Slamet beras ketan..”. Semua penghuni kampung sudah tahu julukan Slamet yaitu beras ketan yang bermakna kadang waras tapi kadang masih suka maksiatan.

Slamet ngos-ngosan mengejar Alif dan sekondannya hingga nafasnya habis tepat di depan mushola. Slamet langsung tersender di dinding mushola, napasnya pendek-pendek kayak napas cheetah yang gagal nerkam rusa thomson, mukanya pias kayak striker gagal pinalti, dari kejauhan teriakan “Slamet beras ketan..Slamet beras ketan..” menggema dari gang ke gang.

Slamet nyalang memandang mushola. Ia teringat klo sedang kumat maksiatnya biasanya ia akan jauh-jauh dari mushola, hingga datang masa tobat yang mengubah Slamet jadi marbot paling rajin sekolong langit. Begitu terus siklus hidupnya, hingga pagebluk datang dan aktifitas ibadah publik ditutup selama masa PSBB. Slamet terpaksa dijauhkan dari mushola dan lamat-lamat membuat jiwanya terkorosi. Puncaknya adalah hari ini, ia sudah menyiapkan racikan anggur, minuman sachet, dan lotion anti nyamuk, tak lupa sabun cair dan tisu, entah untuk apa? Tapi rencananya buyar oleh gerombolan bocil yang isengnya sangat nyengiti itu.

Slamet masih bersandar di dinding mushola. Sinar matahari tengah hari membakar ubun-ubunnya. Pagebluk mengubah kehidupan manusia. Ia yang pengangguran, berstatus duda tanpa harapan, menyimpan bengek karena suka mengoplos tembakau kadaluarsa, rumput kering, bunga kamboja dan kecubung menjadi cerutu berbungkus daun jagung, bisa saja tercabut nyawanya kapan saja oleh pagebluk. Tak akan ada yang menangisi, tak akan ada yang mencari. Ia bisa segera menyusul emak dan bapaknya, tapi pasti tetap berpisah karena emak dan bapaknya dulu meski miskin tapi rajin ibadah, gak kayak dia yang hidupnya suka ugal-ugalan.

Slamet nyengir memandang langit biru tanpa awan siang itu. Teringat betapa mudahnya Sang Penguasa Jagat menggulung makhluk begundal macam Fir’aun, Namrudz, sampai penghuni Sodom dan Gomorah. Apalagi seekor Slamet, makhluk dekil penghuni ibu kota yang kerjaannya main-main dengan pertobatan dan derajatnya gak lebih rendah dari korong Fir’aun.

Namun Tuhan malah mengirimkan Alif bin Mamat dan sekondannya yang bikin kaget tapi tak menghentikan jantungnya seketika. Bikin keki setengah mati namun itu pertanda bahwa Tuhan masih sayang padanya. Slamet lalu teringat kisah Umar bin Khattab dan Amr bin Hisyam, dua-duanya didoakan Rasulullah SAW, dua-duanya membenci Islam dan kaum muslimin, namun Umar kemudian masuk Islam sedangkan Amr justru menyimpan benci hingga mati konyol di tangan para bocah Madinah.

Di siang itu Slamet kembali mendapat hidayah. Bersandar dinding mushola ia berurai air mata. Matanya terpejam malu melihat dunia. Hatinya menjerit-jerit.

“Duh Gusti, saya gak mau jadi Abu Jahal..saya gak mau jadi Abu Jahal..”


Satu tanggapan untuk “Risalah (arus) Pendek”

Tinggalkan komentar